Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ibu Negara Iriana Joko
Widodo menyerahkan 3.000 sertifikat hak atas tanah kepada rakyat, di
Desa Taman Bali, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali,
Jumat (14/6) siang.
Dalam sambutannya Presiden Jokowi memperkirakan pada tahun 2025 nanti
seluruh bidang tanah yang seharusnya memiliki sertifikat akan
memperoleh sertifikat. Ia mengajak rakyat bersyukur karena nantinya
Provinsi Bali akan menjadi yang pertama semua sertifikat itu selesai.
“Itu tahun ini. Tadi Pak Menteri Agraria sudah sampaikan. Bali adalah
pertama, provinsi pertama yang semuanya nanti sudah bisa pegang
sertifikat,” kata Presiden Jokowi yang disambut tepuk tangan warga yang
hadir dalam acara tersebut.
Kepala Negara menjelaskan, kalau dirinya pergi ke desa, ke kampung,
ke daerah, selalu yang masuk adalah laporan sengketa tanah, sengketa
lahan, konflik tanah. Konflik bisa terjadi tetangga dengan tetangga,
bapak dengan anaknya, masyarakat dengan pemerintah, dan masyarakat
dengan BUMN.
Oleh sebab itu, Kepala Negara mengngatkn, yang namanya sertifikat,
tanda bukti hak hukum atas tanah yang kini penting sekali untuk
mendinginkan suasana yang ada di setiap daerah agar tidak ada yang
namanya konflik tanah lagi, engketa tanah, sengketa lahan.
“Kalau sudah pegang ini mau apa? Ada orang ngaku-ngaku “Ini tanah
saya”, “Heh, tanah saya. Sertifikatnya ada.” Di sini juga jelas, nama
pemegang hak di sini, desanya jelas, semua. Meter perseginya berapa di
sini ada semua. Udah, mau apa coba? Mau ke pengadilan? Pasti menang,
pegang ini kok,” tutur Kepala Negara.
Oleh sebab itu, bersyukur bagi warga yangsudah pegang sertifikat.
Presiden Jokowi mengingatkan, kalau sudah pegang sertifikat, nanti
sampai di rumah difotokopi. Terus disimpan dengan dipisahkan, sehingga
kalau hilang aslinya, masih punya fotokopi. Ngurus ke kantor BPN lebih
mudah.
“Saya titip kenapa diplastik? Kalau gentengnya bocor, sertifikatnya
nggak rusak. Ya, nggak? Ini barang penting lho ini, bukti hak hukum atas
tanah yang kita miliki, yang namanya sertifikat,” tutur Presiden
Jokowi.
Dikalkulasi
Diakui Kepala Negara, biasanya kalau sudah pegang sertifikat,
inginnya disekolahkan. Ia menilai tidak masalah kalau mau disekolahkan.
Kalau tidak simpan baik-baik, jangan dijual. Sementara kalau mau
disekolah, Kepala Negara berpesan agar hati-hati. Ia menyarankan uang
pinjaman dari bank agar digunakan untuk hal-hal yang produktif, yang
mendatangkan income.
Oleh sebab itu, lanjut Kepala Negara, kalau mau ke bank itu dicek
dulu bunganya berapa. Cari bunga yang paling murah, KUR yang 7% per
tahun. Jangan bunga tinggi-tinggi ditabrak saja.
Kalau pinjam, misalnya tanahnya gede, pinjam dapat Rp300 juta,
sambung Kepala Negara, berarti digunakan semuanya 300 juta itu untuk
modal kerja, untuk modal usaha, untuk modal investasi. Jangan digunakan
untuk yang lain-lain dulu.
“Ini orang kita ini, biasanya dapat uang Rp300 juta, Rp150 juta beli
mobil. Wah, gagah muter-muter kampung, muter desa. Enam bulan. Itu hanya
enam bulan. Nggak bisa nyicil mobil, nggak bisa nyicil ke bank, ya.
Enam bulan mobil ditarik lagi dealer, sertifikatnya juga hilang, sudah,”
ungkap Presiden Jokowi.
Untuk itu, Presiden Jokowi berpesan agar kalau pinjam ke bank itu
dikalkulasi, dihitung, bisa nyicil nggak? Kalau nggak, jangan. Kalau
hitung-hitungnya nggak masuk, nyicilnya berat, jangan dipaksakan.
Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi berdialog dengan warga dan
memberikan hadiah sepeda kepada yang bisa menjawab pertanyaannya dengan
baik. Presiden menjelaskan, sekarang habis pemilu, boleh memberi sepeda
lagi. Dulu, tujuh bulan selama kampanye tidak boleh kasih sepeda. “Ya
udah, kebeneran, sepedanya utuh,” ujarnya.
Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Sekretaris Kabinet
Pramono Anung, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Jalil, dan Gubernur Bali I
Wayan Koster
Tidak ada komentar:
Posting Komentar