Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik
Telah ditegaskan! Pada Minggu, 10/04/2022 Presiden Joko
Widodo (Jokowi) dalam rapat soal Pemilu dan Pilkada 2024 menyatakan bahwa,
Pemilu tetap digelar tanggal 14 Februari 2024.
‘’... Dan, menjelang kontestasi politik ini biasanya suhu
menghangat itu biasa tapi jangan sampai masyarakat terprovokasi oleh
kepentingan-kepentingan politik yang tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, saya
juga minta dilakukan edukasi, dilakukan pendidikan politik yang masif kepada
masyarakat, kepada para kontestan. Jangan membuat isu-isu politik yang tidak
baik, terutama isu-isu politik identitas yang mengedepankan isu politik SARA.
Saya kira kita memiliki pengalaman yang tidak baik di pemilu-pemilu sebelumnya,
kita harapkan ini tidak terjadi di 2024’’
Jika menilik kembali pernyataan Jokowi yang mengharapkan
agar tidak terjadi isu politik identitas yang mengedepankan isu politik SARA,
lantas seberapa bahayakah isu politik SARA bagi jalannya pemilu di Indonesia?
Dikutip dalam laman mediaindonesia.com Tjahjo mengatakan isu
SARA dapat berdampak buruk dalam proses demokrasi di tengah masyarakat.
Terlebih dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang majemuk, akan
memperburuk suasana dan mengancam persatuan.
"Dampak yang dapat ditimbulkan dengan isu SARA ketika
menghadapi Pemilu, yakni memecah belah masyarakat. Sebagai negara majemuk
potensi munculnya radikalisme ditengah masyarakat sangat tinggi," kata
Tjahjo dalam sambutannya pada Rakernas Satpol PP dan Satuan Perlindungan
Masyarakat di Mercure Hotel, Ancol, Jakarta Utara, Rabu (30/1)
Tjahjo mengatakan pemerintah terus mewaspadai adanya pihak
yang mencoba memecah belah persatuan dengan menggunakan isu SARA. Ia tak
sungkan mengatakan penggunaan isu SARA sebagai salah satu kerawanan dalam
Pemilu. Karena itu, aparat pemerintah harus mengantisipasi agar area rawan
tersebut tidak menghasilkan perpecahan di tengah masyarakat. "Untuk itu
Pemerintah mesti mewaspadainya agar tidak timbul gesekan di dalam
masyarakat," tuturnya.
Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang beragam Suku dan
Budaya adalah hal yang tidak dapat di hindari
Pada tahun 2017 lalu menjadi tahun yang kelam karena menjadi
tahun kebencian. Hal itulah yang juga dikatakan oleh Arif Susanto sebagai
pengamat Politik yang mngkhawatirkan hal serupa dapat terjadi pada tahun pemilu
berikutnya. Bagaimana tidak perbedaan identitas telah menjadi instrumen untuk
meraih kemenangan dalam politik elektoral. Masih jelas dalam ingatan isu
Suku,Agama,Ras, dan Antar golongan (SARA) terbukti mampu mengubah konstelasi
politik ibu kota NKRI kala itu.
Sudah seharusnya hal ini menjadi pelajaran besar bagi
kita semua tidak hanya bagi Komisi Pemilihan Umum(KPU) , Badan Pengawas Pemilu(Bawaslu),
tetapi juga bagi partai politik, tokoh masyarakat,pemuka agama, dan juga
masyarakat. Mengingat apa yang telah terjadi pada calon petahana yang sejak
awal dirasa tak terkalahkan karena tingginya elektabilitas dan kuatnya dukungan
parta-partai besar. Hingga suatu hari akibat kesalahannya sendiri yang kemudian
membuatnya dipolitisasi hingga tumbang tanpa aba-aba.
Sama halnya dengan Arif Susanto, Ray Rangkuti juga
mengkhawatirkan ada instrumen serupa demi menjatuhkan lawan pilkada tahun-tahun
berikutnya. Bagi Ray Sara lebih baerbahay dibanding politik uang karena
dampaknya yang besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar